|
S A S I Volume 26
Nomor 4, Oktober -
Desember
2020 : h.
474
- 489 p-ISSN: 1693-0061 | e-ISSN: 2614-2961 Jurnal Terakreditasi Nasional, SK. No. 28/E/KPT/2019 This is open access article under the CC-BY-NC 4.0 International License |
Kepastian Hukum Terhadap Perlindungan Karya Cipta Tari
Jaipongan Di Wilayah Jawa Barat
Sulistijono
Fakultas Industri Kreatif Universitas Telkom, Bandung, Indonesia
E-mail: listijo@telkomuniversity.ac.id
Dikirim: 31/10/2020 |
Direvisi: 21/11/2020 |
Dipublikasi: 25/12/2020 |
||
Info Artikel |
|
Abstract |
||
Keywords: Legal certainty;
copyright; Jaipongan dance. |
|
The diversity
possessed by the Indonesian nation starts from its various ethnicities,
languages and cultures, Of course, this is inseparable from the
participation of the community in developing the natural wealth owned by
Indonesia, one of Indonesia's cultural wealth is the culture of dance in the
West Java region, namely the jaipongan dance. Dance is a branch of the
performing arts that has legal protection by copyright. The research method
uses descriptive analytical research type, which is a study that describes or
describes something that has happened or is currently taking place in a
certain place and at a certain time, describing or describing the problems
that have occurred.The analysis of the authors in this study, that the form
of protection of Jaipongan dance creations in West Java is still limited to
regulation because economic rights have not been realized properly so that
legal certainty is not realized. The conclusion is to obtain legal certainty
regarding the economic rights obtained from his works in the form of
royalties, a special collective management agency for dance can be formed and
the need for recording requirements procedures related to various dances that
can be recorded. |
||
|
|
Abstrak |
||
Kata
Kunci: Kepastian Hukum; Hak Cipta; Seni tari Jaipongan. |
|
Keanekargaman yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia mulai dari suku, bahasa
dan budaya yang beraneka ragam, tentunya ini tidak terlepas dari peran serta
masyarakat dalam menumbuh kembangkan kekayaan alami yang dimiliki oleh
Indonesia, salah satu kekayaan budaya Indonesia adalah budaya seni tari di
wilayah Jawa Barat yaitu seni tari Jaipongan. Seni tari adalah satu
cabang dari seni pertunjukan yang mendapatkan perlindungan hukum oleh hak
cipta. Metode penelitian menggunakan tipe penelitian diskriptif analitis, yaitu
suatu penelitian yang menggambarkan atau melukiskan tentang suatu hal yang
sudah terjadi atau yang sedang berlangsung pada tempat tertentu dan pada saat
tertentu, menggambarkan atau melukiskan tentang masalah-masalah yang terjadi.
Analisa penulis dalam penelitian ini,
bahwa bentuk perlindungan terhadap karya cipta Tari Jaipongan di Jawa barat
masih sebatas pengaturan karena hak ekonomi belum terealisasi dengan baik
sehingga kepastian hukum tidak terwujud. Kesimpulan untuk memperoleh
kepastian hukum terkait hak ekonomi yang diperoleh atas karya ciptanya dalam
bentuk royalty, maka dapat membentuk Lembaga manajemen Kolektif khusus seni
tari dan perlunya prosedur persyaratan pencatatan terkait dengan ragam tari
yang dapat dicatatkan. |
||
DOI: |
|
|||
A. PENDAHULUAN
Suatu Kekayaan
Intelektual (KI) merupakan hasil olah pikir intelektual manusia dari berbagi
etnik, suku bangsa dan budaya berperan strategis dalam mendukung pembangunan
bangsa[1].
Selain itu Hak kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari hasil pemikiran
yang menghasilkan suatu produk yang berguna untuk orang lain.[2]
Sifat dari Hak Kekayaan Intelektual adalah
hak kebendaan, yaitu hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja
otak atau hasil kerja rasio, dimana hasil kerja tersebut dirumuskan sebagai
intelektualitas, sehingga ketika sesuatu tercipta berdasarkan hasil kerja otak
maka dirumuskan sebagai Hak Kekayaan Intelektual.[3]
Secara normatif, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah “product of mind” atau oleh World Intellectual Property Organization atau WIPO disebut “creation of the mind” yang berarti suatu karya manusia yang lahir dengan curahan tenaga, karsa, cipta, waktu ekonomi. Oleh karena itu, setiap karya intelektual patut diakui, dihargai dan dilindungi baik secara moral dan etika maupun dibangun dari konsep moral dan etika, sedangkan perlindungannya difasilitasi dengan instrument hukum Hak Cipta[4].
Hak cipta itu
sendiri sebagaimana diatur pada pasal 1 angka
(1) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah.[5] “Hak ekslusif pencipta yang timbul secara
otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam
bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Ciptaan atau karya-karya anak bangsa di Indonesia sangat
bermanfaat bagi masyarakat baik secara ekonomi, kesehatan maupun kultur. Ciptaan
dibuat oleh pencipta dalam hal ini adalah seseorang atau beberapa yang secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan[6].
Keanekargaman yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia mulai dari suku, bahasa dan
budaya yang beraneka ragam, tentunya ini tidak terlepas dari peran serta
masyarakat dalam menumbuh kembangkan kekayaan alami yang dimiliki oleh
Indonesia, salah satu kekayaan budaya Indonesia adalah seni.
Seni terdiri dari bermacam-macam jenis dan salah
satunya adalah seni tari, dimana di era revolusi industry 4.0 ini, seni tari
masih menjadi bagian yang terseksi untuk di bicarakan, seni tari
melangkah maju dan berkembang sejalan dengan kehidupan manusia. Dimana manusia
masih mampu bergerak, maka tari akan tercipta dan berkembang. Manusia
menciptakan tari sesuai dengan ungkapan hidup dan juga merupakan rangkuman
gerak yang bersumber dari alam se-keliling[7],
selain karyanya yang begitu indah dengan gerakan
yang dinamis dan terstruktur, seni tari ini mewakili keanekaragaman budaya di
Indonesia dari Sabang sampai Merauke, salah satu seni tari itu adalah seni tari
Jaipong yang berasal dari Jawa Barat.
Seni Tari Jaipong merupakan bagian dari adat budaya kesenian tari Jawa Barat. Jaipongan merupakan hasil pengalaman estetik para penciptanya yang diungkapkan dalam berbagai bentuk koreografi dan unsur pendukung lainnya. Jaipongan pada saat ini menjadi icon bagi masyarakat Jawa Barat yang secara tidak langsung telah mempengaruhi bentuk kesenian asalnya. Kesenian Ketuk Tilu dan kesenian Bajidoran sebagai bahan dasar dari kesenian Jaipongan secara perlahan mulai terpengaruh dengan idiom-idiom kesenian Jaipongan, sebagai bentuk akulturasi kesenian masa lampau dengan yang baru sehingga menghasilkan idiom-idiom baru tanpa memengaruhi bagian-bagian tertentu dalam aturan, norma dan nilai keseniannya. Gugum Gumbira dapat memberikan kekuatan spirit terhadap perkembangan tari Jaipongan yang tidak lepas dari kebiasaan dan pola-pola kehidupan karya sebelumnya[8].
Pada zaman yang penuh dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi Seni Tari Jaipongan telah mengalami transformasi yang luar biasa, kreativitas seni yang indah menjadikan tari jaipongan telah dikenal luas keseluruh pelosok Indonesia bahkan sampai kemancanegara, pelestariannya kian gencar dan para seniman tari di Jawa Barat banyak menghasilkan karya-karya yang gemilang. Seni tari adalah satu cabang dari seni pertunjukan yang mendapatkan perlindungan hukum oleh hak cipta. Hal ini dapat dilihat pengaturannya di dalam Pasal 40 ayat (1) huruf e Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014.
Perlindungan Hak
Cipta khususnya terhadap karya cipta tari Jaipongan menjadi masalah serius,
dimana di dalam kenyataannya dewasa ini yaitu adanya karya cipta tari Jaipongan
yang diubah bentuk gerak tarinya, adanya pembajakan karya tari oleh
sanggar-sanggar tari lainnya[9]
dan yang tidak kalah sedihnya adanya kekayaan intelektual berupa karya cipta
tari milik Indonesia yang diklaim oleh negara lain, seperti yang pernah
dilakukan oleh Malaysia mengklaim beberapa kekayaan budaya Indonesia,
diantaranya seni batik, seni tari, seni musik dan lain sebagainya, hal inilah
yang menjadi ancaman bagi Pemerintah Indonesia untuk segera menentukan sikap
yang tegas dan membuat suatu kebijakan guna melindungi dan memberikan kepastian
hukum terhadap berbagai karya cipta seni budaya yang sangat berpotensi untuk
mendapatkan hak moral dan hak ekonomi dimasa sekarang maupun dimasa yang akan
datang.
Berdasarkan latar belakang tersebut yang telah
dijelaskan diatas menjadi topik yang menarik untuk dibahas dan menjadi tema
sentral dalam jurnal ini yaitu Bagaimana Kepastian Hukum Terhadap Perlindungan
Karya Cipta Tari Jaipongan Di Wilayah Jawa Barat dan bagaimana suatu karya
cipta tari khususnya tari Jaipongan dapat di catatkan di Ditjen Kekayaan
Intelektual?.
B.
METODE
PENELITIAN
Tipe penelitian yang digunakan peneliti adalah
diskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan atau melukiskan tentang suatu hal yang sudah
terjadi atau yang sedang berlangsung pada tempat tertentu dan pada saat
tertentu, menggambarkan atau melukiskan tentang masalah-masalah yang terjadi,
terkait kepastian hukum terhadap Perlindungan
Karya Cipta Tari Jaipongan Di Wilayah Jawa Barat. Dengan jenis penelitian dengan menggunakan penelitian Yuridis normati[10]yaitu
hukum dikonsepsikan sebagai norma, kaidah, asas atau pun dogma. Adapun
pendekatan masalah yang dipergunakan peneliti dalam membahas masalah yang
berkenaan dengan terkait kepastian hukum Terhadap
Perlindungan Karya Cipta Tari Jaipongan Di Wilayah Jawa Barat adalah pendekatan yuridis normatif. Menurut Soerjono
Soekanto penelitian Yuridis hukum Normatif tidak diperlukan penyusunan atau
perumusan hipotesa. Mungkin suatu hipotesa kerja diperlukan, yang biasanya mencakup sistematika
kerja dalam proses penelitian.[11]
Pada Penelitian hukum normatif yang
sepenuhnya mempergunakan data sekunder maka penyusunan kerangka teoritis yang
bersifat tentatif dapat ditinggalkan.[12].
C.
PEMBAHASAN
1.
Kepastian Hukum Terhadap Perlindungan Karya
Cipta Tari Jaipongan Di Wilayah Jawab
Barat
a.
Gambaran
Umum Tari Jaipong Jawa Barat Tari Jaipongan
Di masa silam, tari-tarian rakyat yang dimiliki masyarakat Sunda sangat banyak jumlahnya dan bisa diperkirakan hidup marak, karena semuanya selalu dikaitkan dengan ritual. Dari sekian banyak tari rakyat yang berkembang di masyarakat Indonesia, salah satunya yaitu tari Jaipongan yang berasal dari Jawa Barat. Awal kemunculan tari Jaipongan merupakan kolaborasi dari gerakan Ketuk Tilu, tari Ronggeng dan beberapa gerak Pencak Silat yang pada saat itu disukai oleh kalangan masyarakat sebagai sarana pergaulan. Jaipong awalnya dikenalkan oleh Suanda lewat tepak kendangnya dalam mengiringi penari di daerah Karawang, yang kemudian oleh Gugum Gumbira dikolaborasikan dengan menyatukan tepak kendang Jaipong dan koreografi yang diciptakannya, maka dari situlah muncul istilah ketuk tilu kiwari sebelum berubah menjadi Jaipongan[13].
Dalam wawancara dengan pemilik sanggar tari Sekar Budaya Nusantara mengatakan bahwa [14]: “Seni tari jaipongan tidak hanya dapat ditarikan oleh penari wanita saja tetapi penari pria pun dapat melakukannya tergantung jenis tarian jaipongan yang akan ditampilkan, seni tari jaipongan identik dengan goyangan yang unik, ketu tilu jaipongan dipadu padankan dengan pencak silat ala sunda”.
Tarian jaipongan
yang ditarikan selama ini telah mengalami berbagai bentuk/pola tarian dimulai
dari kostum sampai dengan gerakan tariannya, tampilan kostum Jaipongan sejak
awal kemunculannya hingga kini semakin bervariasi, sehingga memungkinkan
terjadinya pergeseran dalam hal siluet kostumnya.[15]
Berikut salah satu contoh tari Jaipongan dengan kostum yang
telah dimodifikasi modernisasi:
Gambar 1. Tari
Jaipongan
b.
Perlindungan
Karya Cipta Tari Jaipongan Di Wilayah Jawa Barat
Karya cipta tari adalah ekspresi dari sebuah ide, bukan melindungi idenya, artinya yang dilindungi hak cipta adalah sudah dalam bentuk nyata sebagai suatu ciptaan, bukan masih merupakan gagasan. Ciptaan atau karya cipta yang mendapat perlindungan hak cipta atau sebagai obyek dari hak cipta adalah ciptaan yang merupakan hasil proses penciptaan atas inspirasi, gagasan atau ide berdasarkan kreatifitas pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian pencipta dan dalam penuangannya harus memliki bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian (orginal) ciptaan seseorang yang bersifat pribadi, dalam bentuk yang khas, artinya karya tersebut harus telah selesai diwujudkan, sehingga dapat dilihat, didengar atau dibaca.[16]
Di dalam pembahasan mengenai karya tari sebagai hak
cipta yang dilindungi tentunya tidak lepas dari peristilahan pencipta dan
ciptaan. Pencipta Tari dan ciptaan adalah dua
hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling menentukan dan saling
membutuhkan. Pencipta Tari dalam keadaan tertentu dapat dikatakan sebagai
manusia biasa yang memiliki kemampuan “luar biasa”. Dalam kehidupan sehari-hari
Pencipta Tari adalah bagian dari anggota masyarakat, ia harus berinteraksi
dengan warga masyarakat lainnya, namun dalam hal tertentu terutama dalam hal
berkesenian Pencipta Tari tergolong orang-orang yang memiliki bakat, kemampuan,
dan ketrampilan[17].
Penghargaan yang diberikan kepada Pencipta karya seni
tari sesuai dengan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dari Robert M.
Sherwood, [18] yang mendasari perlunya perlindungan hak yaitu sebagaimana
Tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Teori Perlindungan Hak Cipta
No. |
Jenis Teori |
Keterangan |
1 |
Reward Theory |
berupa pengakuan terhadap karya
intelektual yang telah dihasilkan oleh seseorang sehingga kepada penemu/
pencipta atau pendesain harus diberikan penghargaan sebagai imbangan atas upaya-upaya
kreatif dalam menemukan / menciptakan karya - karya intelektual tersebut. |
2 |
Recovery Theory |
berupa pengembalian terhadap apa yang
telah dikeluarkan penemu/pencipta/pendesain yakni biaya, waktu dan tenaga
dalam proses menghasilkan suatu karya. |
3 |
Incentive Theory |
berupa insentif yang diberikan kepada
penemu/pencipta/ pendesain untuk mengembangkan kreatifitas dan mengupayakan
tercapainya kegiatan - kegiatan penelitian yang berguna. |
4 |
Public
Benefit Theory |
berupa dasar pemberian perlindungan hak
ataskekayaan intelektual, yaitu untuk pengembangan ekonomi. |
5 |
Risk Theory |
berupa resiko yang terkandung pada
setiap karya yang dihasilkan. Suatu penelitian mengandung resiko yang dapat
memungkinkan orang lain menemukan karya yang dihasilkan atau memperbaikinya
dan resiko mungkin timbul dari pergaulan secara illegal. |
6 |
Economic Grouth Stimulus Theory |
Berupa perlindungan hak merupakan alat
untuk pembangunan ekonomi. |
Berdasarkan Tabel 1 diatas maka relevan untuk
diketahui sistem perlindungan Hak Cipta
khususnya seni tari Jaipongan yaitu bentuk perlindungan hak cipta yang
diberikan oleh negara melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta, menurut hukum hak cipta perlindungan hukum terhadap hasil karya seni
tari diperoleh pencipta adalah secara otomatis artinya tanpa melalui proses
pencatatan terlebih dahulu, begitu karya seni tari Jaipongan itu sudah terwujud
dalam bentuk nyata melalui publikasi maka perlindungan hukum telah terjadi.
Jadi jelas bahwa Konsep tentang perlindungan hukum yang tercantum dalam undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang telah dirubah dengan undang-undang Nomor 28 tahun 2014, yaitu pasal 40 ayat (1) sampai ayat (3) yang menjelaskan tentang ciptaan yang dilindungi. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang timbul dan diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum, bersifat preventif maupun yang bersifat refresif baik tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum itu sendiri, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, kedamaian bagi segala kepentingan manusia yang ada di dalam masyarakat.[19]
Selain itu
menurut Bernard Nainggolan.[20]
Konsep dasar perlindungan hak cipta adalah hanya melindungi ide yang sudah
berwujud atau memiliki bentuk (psycal form) dan asli (original), dalam hal ini
dijelaskan bahwa perlindungan hak cipta tidak diberikan pada ide atau gagasan,
karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan
menunjukan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berrdasarkan kemampuan,
kreativitas dan keahlian sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca dan
didengar.
Beberapa alasan Hak cipta tari khususnya tari
Jaipongan di Jawa Barat mendapatkan perlindungan Hukum, dijelaskan dalam tabel
1 dibawah ini, yaitu[21]:
Tabel 2. Alasan Perlindungan Hukum terhadap Karya Cipta Tari
Jaipongan
No. |
Hak yang diperoleh |
Alasannya |
1. |
Hak Ilmiah |
alasan yang paling mendasar bagi Hak Cipta
tari Jaipongan adalah bahwa seseorang
yang telah mencurahkan usahanya untuk menciptakan sesuatu mempunyai hak alamiah /dasar untuk memiliki
dan mengontrol apa-apa yang telah telah diciptakaannya yaitu moral dan
ekonomi |
2. |
Perlindungan HKI atas Reputasi |
alasan yang paling mendasar bagi Hak
cipta tari Jaipongan adalah memperoleh hak moral, dengan cara ini tentunya
untuk mencegah pihak lain memanfaatkan karya cipta tari tersebut dan mencegah
pihak lain mengakui karya yang bukan haknya |
3. |
Mendorong dan menghargai penemuan dan
kreasi |
alasan yang paling mendasar bagi hak
cipta tari Jaipongan adalah untuk mendorong dan menghargai pencipta karya
seni tari Jaipongan yang menjadi mata pencaharian untuk terus berkarya |
Dari uraian dalam tabel tersebut pada hakikatnya
maksud perlindungan hak ilmiah berupa hak moral dan ekonomi adalah untuk
mencegah orang lain yang bukan pencipta untuk mengeksploitasi ciptaan tanpa
izin pencipta. Dalam konteks Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta pengeksploitasian ciptaan tidak lain adalah melakukan perbanyakan dan
pengumuman ciptaan[22].
Dengan melihat substansi penjelasan yang tercantum
pada penjelasan dari Pasal 38 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,
maka jelaslah bahwa keberadaan seni tari menjadi salah satu objek yang
dilindungi berdasarkan hukum hak cipta di Indonesia. Keberadaan Seni tari
mempunyai fungsi dan peranan yang sangat strategis dalam berbagai aktivitas
budaya, pariwisata, sosial, dan kemasyarakatan, yaitu antara lain:
1)
Sebagai sarana
pendukung berbagai bentuk upacara adat, contohnya tari penyambutan Sunda, tari
penyambutan Betawi, penyambutan tamu negara dan lain sebagainya.
2)
Sebagai sarana
hiburan bagi masyarakat melalui pertunjukan pertunjukan seperti tari Jaipongan.
Selain itu Ekspresi Budaya Tradisional yang
dilindungi mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi berikut ini:
1)
verbal tekstual, baik
lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa maupun puisi, dalam berbagai tema
dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya ssastra ataupun narasi
informatif;
2)
musik, mencakup antara
lain: vokal, instrumental atau kombinasinya;
3)
gerak, mencakup antara
lain: tarian, beladiri, dan permainan;
4)
teater, mencakup
antara lain: pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat;
5)
seni rupa, baik dalam
bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan
seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, keramik, kertas, tekstil, dan
lain-lain atau kombinasinya; dan upacara adat, yang juga mencakup pembuatan
alat dan bahan.
Karya cipta tari sebagai Ekspresi
Budaya Tradisional maka berdasarkan pada ragam tari, penulis mengidentifikasi
perlindungan hukum terhadap jenis ciptaan tersebut sebagai terdapat dalam tabel
3 sebagai berikut :
Tabel 3. Jenis
Ciptaan Karya Seni tari
No. |
Jenis Karya Tari |
Keterangan |
1 |
Karya Tari yang tidak
diketahui penciptanya |
Tari ini
adalah Tari klasik kraton dan tari kerakyatan. Biasanya
hidup dan berkembang di dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu yang
biasanya berpijak dari unsur - unsur budaya masyarakat setempat, dan
penciptanya tidak diketahui, sudah menjadi warisan masyarakat setempat yang
diajarkan secara turun temurun serta dilestarikan dan dikembangkan oleh
masyarakat setempat. Sehingga hak cipta dipegang oleh Negara sebagaimana
diatur pada Pasal 38 angka (1) UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. |
2 |
Karya Tari yang diketahui penciptanya |
Tari ini adalah Tari kreasi baru, tari kontemporer dan tari modern. Hidup dan
berkembang di zaman modern sekarang ini, biasanya merupakan tari yang sudah
tidak mengikuti pakemnya atau sudah meninggalkan ketentuan yang menjadi
aturan baku dalam tari terdahulu. Tari ini merupakan murni ide pemikiran dari
seorang seniman tari yang hendak mengekspresikan sesuatu lewat bahasa gerak
tubuh atas sesuatu yang ia lihat, rasakan dan proses perenungan terhadap
sesuatu hal. Tidak dipungkiri bahwa tari kreasi baru ini ternyata ada juga
yang merupakan hasil kreasi terhadap tari tradisional baik klasik maupun
kerakyatan dan masih mengikuti pakemnya (aturan yang ada) namun dilakukan kreasi
terhadap waktu, kostum dan iringan musiknya. |
Berdasarkan tabel 3 terkait dengan jenis ciptaan seni tari yang terdiri dari Karya Tari yang tidak diketahui penciptanya dan Karya Tari yang diketahui penciptanya menunjukan bahwa budaya Indonesia khususnya seni tari tidak hanya tari yang bersifat tradisional saja tetapi bentuk-bentuk lainpun menjadi bagian dari perkembangan seni tari itu sendiri.
Selanjutnya dalam konteks ciptaan, perlindungan Hak Cipta
diperlukan untuk mendorong apresiasi dan membangun sikap masyarakat untuk
menghargai hak seseorang atas ciptaan yang dihasilkannya. Sikap apresiasi
memang lebih menyentuh dimensi
moral, Sedangkan sikap menghargai lebih bermuara pada aspek ekonomi.
Perlindungan Hukum Hak Cipta diarahkan untuk memungkinkan penggunaan ciptaan
berlangsung secara tertib dan memberi manfaat ekonomi pada Pencipta.
Adapun bentuk
perlindungan Hukum terhadap Seni tari Jaipongan sebagaimana tabel 4, dijelaskan
sebagai berikut:
Tabel 4. Bentuk
Perlindungan Hukum Terhadap karya Cipta Tari Jaipongan
No. |
Bentuk Perlindungan |
Keterangan |
1 |
Pemberian
hak Moral |
a. Integrity
Right Merupakan hak untuk tetap dijaga keutuhan suatu ciptaan, pengubahan suatu
ciptaan harus mendapat izin atau persetujuan pencipta atau ahli warisnya. b.
Paternity Right Hak untuk tetap dicantumkan nama si pencipta dimanapun ciptaan itu berada. |
2 |
Pemberian
hak Ekonomi |
Hak pencipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta
produk hak terkait. Manfaat ekonomi itu berarti materi atau uang yang seharusnya menjadi hak pencipta diterima. |
Berdasarkan tabel tersebut diatas bahwa hak moral
sebagaimana diatur oleh pada Pasal 5
Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Sedangkan Hak ekonomi sebagaimana
diatur oleh pada Pasal 8 dan 9 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta, menjelaskan hak ekonomi pencipta atau pemegang
Hak Cipta.
Hak ekonomi suatu ciptaan tetap berada di tangan pencipta
atau pemegang hak cipta selama pencipta atau pemegang hak cipta tidak
mengalihkan seluruh hak ekonomi dari pencipta atau pemegang hak cipta tersebut
kepada penerima pengalihan hak atas ciptaan. Hak ekonomi yang dialihkan
pencipta atau pemegang hak cipta untuk seluruh atau sebagian tidak dapat
dialihkan untuk kedua kalinya oleh pencipta atau pemegang hak cipta yang sama
sebagaimana diatur pada pasal 17 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta.
Hak ekonomi
bersifat mengenal waktu yaitu batas masa untuk menikmati manfaat ekonomi pada
ciptaan. Dengan kata lain, merupakan batasan masa penguasaan monopoli dan
peluang melakukan eksploitasi ciptaan. Bila batas waktu berakhir kekuatan
monopoli juga berakhir. Status ciptaan dengan demikian menjadi public domain.
Ini berarti masyarakat bebas mengeksploitasi tanpa memerlukan lisensi.[23]
Berdasarkan pembahasan tersebut
maka penulis menganalisa berkaitan dengan adanya hak moral dan hak ekonomi di
dalam suatu karya cipta, dalam hal ini adalah karya cipta seni tari maka
seorang seniman tari juga memerlukan hak - hak tersebut. Bila hal ini dikaitkan
dengan sebuah profesi maka sudah barang tentu bahwa penghormatan dan
penghargaan mutlak diperlukan.
Hak moral dan hak ekonomi dalam perkembangannya
juga diperlukan untuk kelangsungan anak cucu keturunannya. Berkaitan dengan
adanya hak moral, hak tersebut merupakan sebuah prestise atau rasa kebanggaan
bagi seorang seniman tari dalam statusnya di masyarakat dan pada prinsipnya ia
merasa senang dan bangga ketika karya ciptanya dihargai secara moral oleh orang
lain, artinya bahwa jika karya ciptanya itu akan dipentaskan oleh orang lain
hendaknya disebutkan siapa penciptanya, hal ini dilakukan dalam rangka
menghargai karya orang lain. Dan jika di dalam UUHC 2014 disebutkan juga adanya
hak ekonomi, itu adalah sebagai salah satu penghargaan seorang seniman tari
dalam dimensi ekonominya hal itu tentunya akan membuat seniman tari lebih
semangat lagi untuk selalu berkarya dan berkreasi dalam membuat suatu karya
cipta tari khususnya tari Jaipongan.
c.
Kepastian
Hukum terhadap karya cipta seni tari Jaipongan
Kepastian Hukum merupakan keadaan yang pasti, hukum secara
hakiki harus pasti dan adil yang merupakan pedoman perilaku yang adil karena
pedoman tersebut harus menunjang suatu tatanan yang dinilai wajar dan karena
sifatnyalah yang adil sehingga dapat dilaksanakan dengan pasti hukum dan
fungsinya, selain itu kepastian dan keadilan bukanlah sekedar tuntutan moral,
melainkan secara faktual mencirikan hukum.[24] Suatu hukum yang tidak pasti dan tidak mau
adil bukan sekedar hukum yang buruk melainkan bukan hukum sama sekali, kedua sifat
itu termasuk paham hukum itu sendiri. Hukum adalah sekumpulan
peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama
keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan
bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi, Kepastian
hukum akan selalu dikaitkan dengan perlindungan terhadap sesuatu yang menjadi
permasalahan dan sesuatu tersebut adalah perlindungan terhadap karya cipta seni
tari.
Dalam prakteknya kepastian hukum terhadap perlindungan karya cipta seni tari khususnya seni tari Jaipongan belum dapat dikatakan berjalan dengan baik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, karena masih terdapat pemahaman yang belum dapat di-implementasikan kepada seniman seni tari terkait pasal 40 ayat 1e terkait ciptaan yang dilindungi salah satunya seni tari, salah satunya adalah hak ekonomi dan hak moral.
Teringkarinya hak
ekonomi dan hak moral bagi seniman seni tari atas karyanya dapat mengikis
motivasi para Pencipta dan pemilik Hak Terkait untuk berkreasi. Hilangnya motivasi
seperti ini akan berdampak luas pada runtuhnya kreativitas makro bangsa Indonesia,
seperti yang dirasakan pada salah satu Pelatih Tari Jaipongan, yang mengatakan
bahwa:[25]
“Seniman tari
menikmati hasil karyanya setelah karyanya tersebut dipertunjukkan dalam suatu
pementasan dan kelanjutan tidak ada lagi, kecuali ada pertunjukan pertunjukan
lainnya yang si pencipta tari tersebut mengikuti pertunjukan tersebut, sedang
pemanfaatan terhadap karya cipta seni tari sering dilakukan oleh beberapa
sanggar tari tanpa melalui perizinan terhadap penciptanya itu sendiri”.
Berdasarkan fakta tersebut bahwa sesungguhnya perlindungan
seni tari di Pasal 40 ayat 1e jelas dikatakan bahwa ciptaan yang
dilindungi salah satunya adalah seni tari namun kenyataannya perlindungan
tersebut tidak memiliki kepastian hukum, dimana dalam penerapan hak ekonomi
para seniman tari khususnya tari Jaipongan tidak memiliki wadah/lembaga
manajemen kolektif yang menghimpun royalty bagi seniman tari, hak ekonomi
diperoleh seketika pada saat diadakan pertunjukan akan karyanya, dengan tidak
adanya lembaga manajemen kolektif bagi karya cipta seni tari tentunya akan
selalu dimanfaatkan oleh orang yang
tidak bertanggungjawab untuk memperoleh
keuntungan melalui pertunjukan tari dengan memanfaatkan karya tari orang lain,
hal ini tentunya berpengaruh kepada
kehidupan para seniman tari khususnya tari Jaipongan, semakin tua seniman tari
tersebut semakin tidak memiliki penghasilan. Sangat miris kedengarannya namun
demikian yang dirasakan oleh para seniman tari, selain hak moral, penegakkan
hukum terhadap pelaku yang memanfaatkan karya orang lain tanpa izin yang
seringkali dilakukan tidaklah mendapatkan sanksi sehingga hal ini apabila dibiarkan
terus menerus tidak akan menimbulkan efek jera.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepastian hukum perolehan atas hak cipta khususnya karya
cipta seni tari belumlah berjalan dengan baik, padahal secara normatif telah
termuat dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, apabila dikaji maka begitu mudah dapat dilaksanakan,
namun yang terjadi sebaliknya, masalah kepastian hukum dalam kaitan dengan
pelaksanaan hukum, memang sama sekali tak dapat dilepaskan sama sekali dari
prilaku manusia. Kepastian hukum bukan mengikuti prinsip “pencet tombol”
(subsumsi otomat), melainkan sesuatu yang cukup rumit, yang banyak berkaitan
dengan faktor diluar hukum itu sendiri,[26]
dan dalam praktek kita melihat ada undang-undang sebagian besar dipatuhi dan
ada undang-undang yang tidak dipatuhi. Sistem hukum jelas akan runtuh jika
setiap orang tidak mematuhi undang-undang dan undang-undang itu akan kehilangan
maknanya. Ketidakefektifan undang-undang cenderung mempengaruhi waktu sikap dan
kuantitas ketidakpatuhan serta mempunyai efek nyata terhadap perilaku hukum,
termasuk perilaku pelanggar hukum. Kondisi ini akan mempengaruhi penegakan
hukum yang menjamin kepastian dan keadilan dalam masyarakat[27]
khususnya seniman tari Jaipongan.
2.
Prosedur
pencatatan Karya cipta tari khususnya tari Jaipongan di Ditjen Kekayaan
Intelektual
Pada dasarnya pencatatan terhadap karya cipta khususnya seni tari Jaipongan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta karena timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pencatatan. Hal ini berarti suatu ciptaan baik yang tercatat maupun tidak tercatat tetap mendapatkan perlindungan hukum. Namun demikian untuk lebih meyakinkan bahwa karya cipta tari khususnya tari Jaipongan tertera dalam suatu dokumen melalui Instansi yang berkompeten dalam hal ini adalah Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, seniman atau pencipta tari khususnya tari Jaipongan mencatatkan karyanya tersebut baik secara Online maupun manual sebagaimana diatur dalam pasal 64 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menyatakan[28]:
1)
Menteri
menyelenggarakan pencatatan dan Penghapusan Ciptaan dan produk Hak Terkait.
2)
Pencatatan
Ciptaan dan produk Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan
merupakan syarat untuk mendapatkan Hak Cipta dan Hak Terkait.
Berkaitan dengan pencatatan sebuah karya cipta khususnya seni tari Jaipongan, penulis belum melihat atau mendengar persyaratan khusus untuk pencatatan sebuah karya cipta tari yaitu:
a) Dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta tidak mensyaratkan khusus bagi karya cipta seni tari kategori Seni tari yang dapat dicatatkan karena dalam seni tari terdapat 3 (tiga) unsur ciptaan yaitu Gerak tari, Musik dan Kostum.
Dalam seni tari Jaipongan, kadangkala ada tarian yang sudah ada lagu atau musiknya seperti contohnya adalah Jaipongan Bajidor Kahot, Mojang Priangan, Kalakay Murag, Kembang Tanjung dan lain sebagainya, namun ada pula tari Jaipongan yang memiliki musik baku gerak dan kostum dalam satu kesatuan contohnya Tari Nyi Obor. Hal inilah yang menjadi polemik bagi seniman tari dengan tidak ada persyaratan yang jelas dalam kategori ciptaan yang akan dicatatkan. Dalam wawancara penulis dengan seorang pencipta tari Jaipongan mengatakan bahwa[29]:
Saat ini di Bandung untuk membuat sebuah karya tari Jaipongan menggunakan musik yang telah ada dengan gerak yang ciptakan sendiri oleh pencipta tarinya, sehingga apabila suatu saat diketemukan lagu yang sama contohnya tari Jaipongan Bajidor Kahot, dengan gerak tarian yang berbeda maka pencipta tari sangat kesulitan untuk mengklaim tarian Bajidor Kahot tersebut, karena setiap pencipta tari Jaipongan cenderung menggunakan music Jaipongan yang telah ada, hal ini tentunya musik dan lagu masuk dalam kategori karya cipta musik yang diatur dalam pasal tersendiri dalam Undang-Undang hak Cipta.
b) Dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta tidak mensyaratkan ragam tarian yang dapat dicatatkan sebagaimana tabel 4 berikut ini:
Tabel
5. Ragam Tari
No. |
Jenis
Tari |
Sifat
Tari |
Iringan
Musik |
Durasi
waktu |
Busana |
Nama
pencipta |
1 |
Tari Klasik Kraton |
Mistis, Sakral, estetis tinggi, Upacara Keraton |
Gamelan langsung dan musik tradisi |
Lebih dari 1 jam |
Kostum tari terkesan mewah |
Raja dan atau Empu tari zaman dahulu serta abdi dalem |
2 |
Tari Kerakyatan |
Mistis, Upacara Kerakyatan, pergaulan estetis dan sederhana |
Gamelan langsung dan musik tradisi |
Lebih dari 1 jam |
Kostum sederhana namun tetap indah dan bernuansa
kedaerahan |
Tidak diketahui siapa penciptanya |
3 |
Tari Tradisional kreasi baru |
Estetis, Hiburan |
Gamelan langsung dan musik tradisi |
Kurang dari 15 menit dan
10 menit |
Kostum sederhana namun tetap indah dengan bernuansa khas
dari daerah yang ditarikan yang telah di modifikasi |
Seniman Tari atau koreografer |
4 |
Tari Kontem porer |
Estetis Hiburan |
Musik daerah yang diaransemen modern |
Kurang dari 15 menit dan
10 menit |
Kostum perpaduan antara kedaerahan dan modern yang
dipadupadankan sesuai dengan judul tarian |
Seniman Tari atau koreografer |
5 |
Tari Modern |
Estetis Hiburan |
Musik modern dan dari musik yang sudah ada |
Kurang dari 10 menit |
Kostum dapat bernunasa kedarahan dapat pula bernuansa
modern dan elegant disesuaikan dengan judul tariannya |
Seniman Tari atau koreografer |
Sumber : Hasil wawancara
dengan beberapa seniman tari Bandung, 2020
Berkaitan dengan hal tersebut, maka masih banyaknya karya cipta tari Jaipongan yang tidak dicatatkan di Ditjen Kekayaan Intelektual, karena belum adanya informasi yang secara akurat terkait prosedur pencatatan hak cipta tari, namun demikian secara umum persyaratan pencatatan dapat dijelaskan pada tabel 6 sebagai berikut[30]:
Tabel
6. persyaratan pencatatan
Dokumen yang harus dilengkapi |
Contoh Ciptaan dengan ketentuan |
1.
Nama,
kewarganegaraan dan alamat pencipta. 2.
Nama,
kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta. 3.
Judul
ciptan. 4.
Tanggal
dan tempat diumumkan untuk pertama kali. 5.
Uraian
singkat Ciptaan. 6.
Surat
Kuasa yang ditandatangani diatas materai “6.000”. 7.
Surat
Pengalihan Hak (dari pencipta kepada Pemegang Hak Cipta) ditandatangani
diatas meterai “6000”). 8.
Surat
Pernyataan (menyatakan ciptaan tersebut adalah asli). 9.
NPWP
Perusahaan. 10.
Foto
Copy KTP Pemohon dan Pencipta. 11.
Akta
Perusahaan. 12.
Contoh
Ciptaan. 13.
Surat
Kuasa yang ditandatangani diatas materai “6.000” 14.
Surat
pengalihan hak (apabila nama Pencipta berbeda dengan nama Pemegang Hak Cipta)
ditandatangani diatas materai “6.000”). 15.
Surat
Pernyataan (menyatakan ciptaan tersebut adalah asli) 16.
NPWP 17.
Foto
Kopi KTP 18. 5 Contoh ciptaan |
1.
Buku
dan Karya Tulis lainnya : 2 buah yang telah dijilid dengan edisi terbaik. Apabila suatu buku berisi
foto seseorang harus dilampirkan surat tidak keberatan dari orang yang difoto
atau ahli warisnya. 2.
Program
komputer (Software) 2 buah CD disertai buku petunjuk pengoperasian. 3.
Alat
Peraga : 1 buah disertai dengan uraian ciptaannya. 4.
Lagu
: 10 buah berupa notasi dan atau syair. 5.
Drama
: 2 buah naskah tertulis atau rekamannya. 6.
Tari
(koreografi) : 10 bh gambar atau 2 buah rekamannya. 7.
Pewayangan
: 2 buah naskah tertulis atau rekamannya. 8.
Pantomim
: 10 buah gambar atau 2 buah rekamannya. 9.
Karya
pertunjukan : 2 buah rekamannya. 10.
Karya
siaran : 2 buah rekamannya. 11.
Seni
lukis, seni motif, seni batik, seni kaligrafi, logo dan gambar :
masing-masing 10 lembar berupa foto. 12.
Arsitektur
: 1 buah gambar arsitektur. 13.
Peta
: 1 buah. 14.
Fotografi
: 10 lembar. 15.
Sinematografi
: 2 buah rekamannya. 16.
Terjemahan
: 2 buah naskah yang disertai izin dari pemegang Hak Cipta. 17. Tafsir, saduran dan bunga rampai 2 buah naskah. |
3.
Penelitian
Relevan sebelumnya
a)
Reza Aditya Ramadhan, 2020, Penelitian ini
berjudul Perlindungan Warisan Budaya Seni Tari Melinting Masyarakat Adat Lampung
Dalam Perspektif Sistem Hukum Kekayaan Intelektual[31]
Permasalahan dalam jurnal
ini adalah Bagaimanakah perlindungan hukum kekayaan intelektual terhadap
Ekspresi Budaya Tradisional? Dan bagaimanakah peran pemerintah provinsi Lampung
dalam melindungi kekayaan intelektual terhadap hak komunal tari melinting
masyarakat adat provinsi lampung?
b) Amalia Resti Faozi, 2018, Penelitian ini berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Ekspresi Budaya Tradisional di bidang Seni Tari[32].
Permasalahan yang dibahas dalam jurnal ini adalah tentang perlindungan hukum terhadap ekspresi budaya tradisional pada seni tari dan model perlindungan hukum terhadap ekspresi budaya tradisional pada seni tari.
c) Emma Valentina Teresha Senewe, 2015, penelitian ini berjudul Efektivitas Pengaturan Hukum Hak Cipta Dalam Melindungi Karya Seni Tradisional Daerah.
Permasalahan yang dibahas dalam jurnal ini adalah tentang pengaturan hukum hak cipta atas karya seni tradisional daerah belum efektif dan upaya pemerintah Indonesia dalam melindungi karya tradisional daerah tersebut[33].
Berdasarkan
penelitian relevan sebelumnya maka penelitian ini merupakan penelitian yang masih
orsinil/baru karena belum ada yang membahas dengan alasan: 1) Penelitian yang
telah ada tidak membahas secara komperehensif mengenai karya cipta tari Jaipongan
di Jawa Barat. 2) penelitian yang sebelumnya terdapat perbedaan yang signifikan
dimana seni tari yang dibahas adalah seni tari daerah Lampung atau daerah
lainnya bukan daerah Jawa Barat dan tidak menjelaskan syarat-syarat pencatatan terkait karya cipta
tari Jaipongan
D.
P E N U T U P
Perlindungan Hukum terhadap karya cipta Tari Jaipongan di Jawa Barat masih sebatas pengaturan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sehingga perlindungan terhadap karya cipta tari khususnya tari Jaipongan dirasakan belum menyentuh pada lingkup seni tari khususnya seni tari Jaipongan, khususnya terkait hak ekonomi yang tidak dapat berjalan semestinya yaitu pendapatan atas karya ciptanya dalam bentuk royalty, hal ini tentunya pengaturan tentang hak cipta tidak memiliki kepastian hukum yang diharapkan dan persyaratan pencatatan terkait karya cipta seni tari Jaipongan masih belum memiliki konsep atau persyaratan dalam prosedur pencatatan tersebut khususnya terkait ragam tari yang dapat dicatatkan di Ditjen Kekayaan Intelektual.
Oleh karena itu untuk memperoleh kepastian hukum terkait hak ekonomi yang diperoleh atas karya ciptanya dalam bentuk royalty, maka alangkah baiknya membentuk Lembaga manajemen Kolektif khusus seni tari dan seyogyanya Ditjen Kekayaan Intelektual membuat prosedur/ persyaratan terkait ciptaan yang dapat dicatatkan mengingatkan banyak ragam tari dalam karya cipta seni tari Jaipongan yang harus diperhatikan sehingga tidak menimbulkan kerancuan, apabila hal tersebut terealisasi tentunya menjadi penyemangat bagi para seniman tari khususnya seni tari Jaipongan di wilayah Jawa Barat untuk terus berkarya demi kelangsungan budaya Indonesia dan kelangsungan hidup bagi pencipta/seniman tari melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
[1] Alfons,
M. (2019). Kepastian Hukum perolehan Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jatiswara, 31
(2) h 303-317.
[2] Jumantri,
M. C & Nugraheni, T. (2020) Pengkajian Gaya Busana Tari Jaipongan Karya
Sang Maestro. Gondang, 4 (1)
[3] Khotimah,
V. (2018). Keabsahan Kepemilikan Hak Cipta Koreografi di Lingkungan Dosen
Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Jipro, 1 (1).
[4] Khutniah,
N. & Iryanti, V. E. (2012). Upaya Mempertahankan Eksistensi Tari Kridha
Jati di Sanggar Hayu Budaya Keluarahan Pengkol Jepara. Jurnal seni tari Unnes,
1 (1).
[5] Labetubun, Muchtar Anshary
Hamid. (2018). Aspek Hukum Hak Cipta Terhadap
Buku Elektronik (E-Book) Sebagai
Karya Kekayaan Intelektual, SASI 24 (2): 138-149.
[6] Mahardhita,
Y. & Sukro, A. Y. (2018). Perlindungan hukum hak kekayaan intelektual
melalui mekanisme “cross border measure. Qistie 11 (1).
[7] Marlianti,
M., Saidi, A. I., Destiarmand, A. H. (2017). Pergeseran Bentuk Siluet Kostum
tari Jaipongan tahun 1980-2010. Panggung, 27 (1).
[8] Napitupulu,
D. P. T. & Muaz Zul. (2013). Perlindungan Hak Cipta Kesenian Daerah Tari
Tor-Tor dan Gondang Sembilan. Mercatoria, 6 (1).
[9] Nuriawati,
R. & Nalan, A. S. (2018). Kreativitas Gondo Dalam Tari Jaipongan. Makalangan, 5 (2).
[10] Raharjo,
R. S. (2018). Perlindungan Hukum terhadap Pencipta atas Pencatatan Suatu
Ciptaan yang Sama. Lentera Hukum, 5 (3).
[11] Ramadhan,
R. A. (2020). Perlindungan Warisan Budaya Seni Tari Melinting Masyarakat Adat
Lampung Dalam Perspektif Sistem Hukum Kekayaan Intelektual. Jurnal Fak Hukum
Unila, 1 (1)
[12] Senewe,
E. V. T. (2015). Efektivitas Pengaturan Hukum Hak Cipta Dalam Melindungi Karya.
LPPM
Bidang EkoSosBudKum, 2 (2)
Buku
[13] Badan
Penelitian dan Pemnembangan HAM Kemhan RI. (2013) Perlindungan Kekayaan Intelektual atas Pengetahuan Tradisional dan
ekspresi budaya Tradisional masyarakat adat. Bandung: Alumni
[14] Nainggolan,
B. (2011). Pemberdayaan Hukum Hak Cipta
lagu dan music melalui fungsi Lembaga manajemen Kolektif. Bandung: Alumni.
[15] Rahmadi.
(2010). Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual.
Bandung: Alumni.
[16] [18] Ronny Hanitijo Soemitro, (2014) Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimentri. Jakarta: Ghalia Indonesia.
[17] Soekanto, S. (2014) Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia-Press.
[18] Soelistyo,
H. (2011). Hak Cipta tanpa Hak Moral.
Jakarta: Rajawali.
[19] Sudikno.
(2010). Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum.
Jakarta: Radja Grafindo
Skripsi, Tesis, Disertasi dan Lain-Lain
[20] Faozi,
A. R. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Karya Cipta Ekspresi Budaya
Tradisional Di Bidang Seni Tari, Skripsi.
Universitas Muhammadiyah.
[21] Juwita.
(2016). Perlindungan Hukum terhadap Karya cipta tari di Indonesia, Desertasi, Universitas Hasanuddin.
[22] Rahardja,
D. M. (2015). Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Lagu Yang Belum Di Daftarkan
Ke Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Skripsi. Universitas Brawijaya.
Online/World Wide
Web
[23] Am Badar & Partners (2020) https://ambadar.co.id/news/pendaftaran-hak-cipta-di-indonesia/
[1] Badan Penelitian dan Pemnembangan HAM Kemhan RI. (2013) Perlindungan Kekayaan Intelektual atas
Pengetahuan Tradisional dan ekspresi budaya Tradisional masyarakat adat.
Bandung: Alumni, h.1
[2] Raharjo, R. S. (2018). Perlindungan Hukum terhadap Pencipta atas Pencatatan Suatu Ciptaan yang
Sama. Lentera Hukum, 5 (3), h. 464.
[3] Labetubun, Muchtar Anshary Hamid. (2018). Aspek Hukum Hak Cipta Terhadap Buku Elektronik (E-Book) Sebagai Karya Kekayaan Intelektual, SASI, 24 (2): 138-149. h. 138.
[4] Napitupulu, D. P. T & Muaz Zul. (2013). Perlindungan Hak Cipta Kesenian Daerah Tari
Tor-Tor dan Gondang Sembilan. Mercatoria 6 (1), h. 86.
[5] Pasal (1) angka 1 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
[6] Khotimah, V. (2018). Keabsahan
Kepemilikan Hak Cipta Koreografi di Lingkungan Dosen Institut Seni Indonesia
Yogyakarta, JIPRO, 1 (1). h. 233.
[7] Khutniah, N. & Iryanti, V. E. (2012). Upaya Mempertahankan Eksistensi Tari Kridha
Jati di Sanggar Hayu Budaya Keluarahan Pengkol Jepara. Jurnal Seni Tari
Unnes, h. 10.
[8] Nuriawati, R & Nalan, A. S. (2018). Kreativitas Gondo Dalam Tari Jaipongan. Makalangan,
5 (2), h. 30.
[9] Wawancara dengan Juwita, Pemilik Sanggar Tari Sekar
Budaya Nusantara, Bogor, dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 2020 via
whatsaff.
[10] Soemitro, R. H. (2014), Metodologi Penelitian
Hukum dan Jurimentri. Jakarta: Ghalia, h. 106.
[11] Soekanto, S. (2014), Pengantar
Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia-Press, h 53.
[12] Ibid, hlm 52
[13] Jumantri, M. C. & Nugraheni, T. (2020), Pengkajian Gaya Busana Tari Jaipongan
Karya Sang Maestro The Study of Jaipongan Dance Costume by The Maestro,
Gondang, 4 (1), h. 10.
[14] Wawancara dengan
Ibu Juwita, Op Cit.
[15] Marlianti, M., Saidi, A. I., Destiarmand, A. H. (2017). Pergeseran Bentuk Siluet Kostum tari
Jaipongan, Panggung, 27 (1), h. 50.
[16] Rahmadi. (2010). Hukum
Hak Atas Kekayaan Intelektual. Bandung: Alumni, h.121.
[17] Juwita. (2016). Perlindungan
Hukum terhadap Karya cipta tari di Indonesia. Desertasi. Universitas
Hasanuddin, h. 144
[18] Mahardhita, Y. & Sukro, A. Y. (2018). Perlindungan hukum hak kekayaan intelektual
melalui mekanisme “cross border measure”. Qistie 11 (1). h. 93-94
[19] Rahardja, D. M. (2015). Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta Lagu Yang Belum Di Daftarkan Ke
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual. Skripsi. Universitas
Brawijaya, h. 7
[20] Nainggolan, B. (2011) Pemberdayaan Hukum Hak Cipta lagu dan music melalui fungsi Lembaga
manajemen Kolektif. Bandung: Alumni, h. 36.
[21] Juwita, Op Cit, h. 147.
[22] Ibid, h. 37
[23] Soelistyo, H.
(2011). Hak Cipta tanpa Hak Moral.
Jakarta: Rajawali, h. 29.
[24] Sudikno. (2010). Perkembangan
teori dalam ilmu hukum, Jakarta: PT. Radja Grafindo, h. 25
[25] Wawancara dengan Ibu Yenni, Pelatih Tari dari Sanggar
Rengganis, dilaksanakan pada tanggal 1
September 2020
[26] Alfons, M. (2019). Kepastian
Hukum perolehan Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jatiswara, 31 (2), h. 309
[27] Ibid, hlm 309
[28] pasal 64 angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014
tentang Hak Cipta
[29] Wawancara dengan Deden Kus, Seniman tari bandung dari
sanggar Den’s tradisional dance, dilaksanakan pada tanggal 5 September 2020
[30] Am Badar & Partners (2020) https://ambadar.co.id/news/pendaftaran-hak-cipta-di-indonesia/
[31] Ramadhan,
R. A. (2020), Perlindungan Warisan Budaya
Seni Tari Melinting Masyarakat Adat Lampung Dalam Perspektif Sistem Hukum
Kekayaan Intelektual, Jurnal Fakultas Hukum Unila, 1 (1), h. 21.
[32] Faozi, A. R.
(2018). Perlindungan Hukum Terhadap Karya
Cipta Ekspresi Budaya Tradisional Di Bidang Seni Tari. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah, h. 5
[33] Senewe, E. V. T.
(2015). Efektivitas Pengaturan Hukum Hak
Cipta Dalam Melindungi Karya Seni Tradisional Daerah, LPPM Bidang EkoSosBudKum. 2 (2), h. 12
Copyright (c) 2020 Sulistijono Sulistijono
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
Cited-By:
1. Penyuluhan Hukum Perlindungan Hak Petani Terhadap Pengembangan Varietas Tanaman Lokal Di Negeri Layeni Dan Negeri Wotay Kabupaten Maluku Tengah
Ronald Saija, Muchtar Anshary Hamid Labetubun, Michael Nussy, Jimris F Nikodemus
AIWADTHU: Jurnal Pengabdian Hukum vol: 1 issue: 1 first page: 8 year: 2021
Type: Journal [View Source]