S A S I

Volume 26 Nomor 4, Oktober - Desember 2020 : h. 500 - 513    

p-ISSN: 1693-0061 | e-ISSN: 2614-2961

Jurnal Terakreditasi Nasional, SK. No. 28/E/KPT/2019

This is open access article under the CC-BY-NC 4.0 International License

Pembukaan Prinsip Kerahasiaan Bank sebagai Perbuatan Melawan Hukum

Dinda Anna Zatika

 

Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

E-mail: dindaztka78@gmail.com

 

Dikirim: 05/01/2020

Direvisi: 09/12/2020

Dipublikasi: 30/12/2020

Info Artikel

 

Abstract

 

Keywords:

Banking Secrecy; Violations; Financial Services Authority; Tort of Law.

 

 

 

Banking secrecy is known in many countries in the world that has a bank financial institution. Banking secrecy is one of the most important principle. It is because the development and growth of one bank is very dependant on public trust. Confidentiality of information that is born in banking activities, is needed for the benefit of the bank and also the interest of the customer itself. This research discussed about how is the function of the banking financial institution in protecting their customers through the banking secrecy and how is the form of tort of law against the banking secrecy in a judicial proceedings that linked to the case. Method used in this research is juridical normative research. Data are collected by literatures and documents studies, then analyzed using descriptive qualitative analysis. The results of this research indicate that to overcome problems with the banking secrecy, interference from the authorities in the consumer protection sector in the field of financial services is needed, that is Financial Services Authority institution or in Indonesian it is called Otoritas Jasa Keuangan. The institution is expected to be able to protect customers from financial service business that are considered to harm the interests of customers. In the case, the customer sued the bank for violation of banking secrecy on the basis of tort of law that is contrary to the bank’s legal obligations and the law as referred to the article 40 paragraph 1 of the Banking Law.

 

 

Abstrak

 

Kata Kunci:

Rahasia Bank; Pelanggaran; Otoritas Jasa Keuangan; Perbuatan Melawan Hukum.

 

Rahasia bank atau Banking Secrecy dikenal di negara manapun di dunia ini yang mempunyai lembaga keuangan bank. Prinsip kerahasiaan pada bank merupakan prinsip yang sangat penting, hal ini disebabkan karena perkembangan dan pertumbuhan suatu bank sangat bergantung pada kepercayaan dari masyarakat. Kerahasiaan informasi yang terlahir dalam kegiatan perbankan, diperlukan baik itu untuk kepentingan bank maupun untuk kepentingan nasabah itu sendiri. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah fungsi lembaga keuangan perbankan dalam perlindungan nasabahnya melalui prinsip kerahasiaan bank dan bagaimanakah bentuk perbuatan melawan hukum terhadap prinsip kerahasiaan bank dalam proses peradilan dikaitkan dengan kasus Bank BCA. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif, dengan menggunakan bahan kepustakaan dan studi dokumen sebagai acuan penulisan. Kemudian di analisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Untuk mengatasi permasalahan terhadap prinsip kerahasiaan bank diperlukan campur tangan dari pihak yang berwenang dalam sektor perlindungan konsumen di bidang jasa keuangan, yaitu Lembaga Otoritas Jasa Keuangan yang diharapkan mampu melindungi konsumen dari Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang dinilai dapat merugikan kepentingan konsumen, yang dalam hal ini adalah nasabah bank. Dalam kasus ini nasabah menggugat bank atas pelanggaran prinsip kerahasiaan dengan dasar perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan kewajiban hukum bank dan perintah undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Perbankan.

 

 

 

 

 

 

 

 

DOI:

10.47268/sasi.v26i4.238

 

 

 

A.      PENDAHULUAN

Pembangunan ekonomi Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat[1], Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang mempunyai peran dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Pembangunan nasional bertujuan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada era globalisasi sekarang, bank juga telah menjadi bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran yang ada di dunia. Maka, begitu suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter negara bersangkutan, bank tersebut menjadi milik masyarakat yang eksistensinya bukan saja harus dijaga oleh pemilik bank, namun juga oleh masyarakat nasional dan global. Jatuhnya suatu lembaga perbankan akan mempunyai dampak berantai atau domino effect, yaitu berpengaruh kepada bank-bank lain yang dapat mengganggu fungsi sistem keuangan dan sistem pembayaran dari negara bersangkutan.[2]

Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang memiliki peranan yang strategis dalam pembangunan nasional di Indonesia. Bank sebagai lembaga keuangan didefinisikan sebagai berikut: Lembaga keuangan adalah semua badan yang melalui kegiatannya di bidang keuangan menarik dana dari masyarakat dan menyalurkannya ke masyarakat.[3] Hal ini tidak dapat disangkal bahwa dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yaitu untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan di tanah air[4], untuk dapat menjaga agar perputaran uang dapat berjalan sebagaimana mestinya diperlukan sebuah lembaga keuangan yang mampu berperan aktif dalam menjaga kestabilan perekonomian. Lembaga keuangan tersebut adalah bank. Pendirian bank di Indonesia bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional.[5]

Perbankan dituntut untuk dapat bekerja secara profesional, dapat membaca dan menelaah, serta menganalisis semua kegiatan usaha serta perekonomian nasional. Oleh karena itu maka lembaga perbankan perlu dibina dan diawasi secara terus-menerus agar dapat berfungsi dengan efisien, sehat, wajar, mampu bersaing dan dapat melindungi dana yang disimpankan oleh nasabah dengan baik serta mampu menyalurkan dana simpana tersebut kepada sektor-sektor produksi yang benar-benar produktif sesuai dengan sasaran pembangunan.[6]

Salah satu faktor untuk dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank, yang menyangkut dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah menyimpan dananya dan/atau menggunakan jasa-jasa lainnya dari bank tersebut untuk tidak mengungkapkan keadaan uang dan transaksi nasabah serta keadaan lain dari nasabah yang bersangkutan kepada pihak lain.

Hubungan antara bank dengan nasabahnya ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain manapun kecuali ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku. Hubungan tersebut dapat dikatakan seperti hubungan antara lawyer dengan klien, atau dokter dengan pasiennya.[7]

Sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat, dalam menjalankan usahanya, bank harus berlandaskan dengan prinsip kehati-hatian. Hal ini dikarenakan dana yang dikumpulkan oleh bank bukanlah jumlah yang sedikit. Hubungan yang terjalin antara bank dengan nasabah tersebut haruslah disertai dengan hak dan kewajiban yang harus dipatuhi kedua belah pihak. Jika salah satu pihak melakukan perbuatan yang dapat merugikan pihak lainnya dengan cara-cara yang melawan ketentuan hukum di bidang perbankan yang berlaku, maka perbuatan salah satu pihak tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana perbankan.[8]

Rahasia bank atau Banking Secrecy dikenal di negara manapun di dunia ini yang mempunyai lembaga keuangan bank. Rahasia bank tidak bedanya dengan rahasia yang harus dipegang teguh oleh para profesional seperti dokter yang wajib merahasiakan hal-hal yang menyangkut penyakit pasiennya. Bahkan kalau rahasia yang dimaksud tidak dipegang teguh dan dibocorkan kepada pihak lain, maka atas tindakan tersebut dapat dikenakan sanksi, baik perdata maupun pidana.[9]

Prinsip kerahasiaan pada bank merupakan prinsip yang sangat penting, hal ini disebabkan karena perkembangan dan pertumbuhan suatu bank sangat bergantung pada kepercayaan dari masyarakat. Oleh karena itu, cara bank untuk tetap mempertahankan kepercayaan masyarakat yang menjadi nasabahnya adalah dengan menyimpan rahasia mengenai identitas dan segala yang berkaitan dengan nasabahnya.[10]

Kerahasiaan informasi yang terlahir dalam kegiatan perbankan, diperlukan baik itu untuk kepentingan bank maupun untuk kepentingan nasabah itu sendiri. Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank sebagai lembaga keuangan untuk merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah yang menurut kelaziman dunia perbankan, wajib dirahasiakan.[11]Ketentuan tersebut menegaskan bahwa lembaga perbankan harus memegang teguh keterangan yang tercatat olehnya, ketentuan ini juga berlaku bagi pihak terafiliasi dalam kegiatan operasional perbankan.[12] Prinsip atau asas dalam bidang keuangan termasuk rahasia bank ini sudah sejak lama dikenal dalam sejarah keuangan dan finansial. Bahkan sejak zaman pertengahan, masalah rahasia bidang keuangan ini sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Jerman dan di kota-kota Italia bagian Utara.[13]

Sudah jelas bahwa rekening seorang nasabah pada bank yang merupakan rahasia bank yang harus dijaga baik-baik oleh bank. Akan tetapi kadangkala pihak yang berwenang berkepentingan untuk melakukan sesuatu terhadap rekening yang bersangkutan misalnya terdapat dugaan bahwa orang si pemilik rekening melakukan kejahatan yang oleh Hukum memberikan agar seluruh milik nasabah bank termasuk rekening bank tersebut disita oleh pengadilan. Ataupun uang dalam rekening itu sendiri diduga sebagai hasil dari kejahatan.[14]

Dalam rangka menghindari terjadinya penyalahgunaan keuangan nasabah maka dibuatlah aturan khusus yang melarang bank untuk memberikan informasi tercatat kepada siapapun berkaitan dengan keadaan keuangan nasabah, simpanan dan penyimpanannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan kecuali dalam hal-hal tertentu yang disebutkan secara tegas di dalam Undang-Undang tersebut. Hal inilah yang disebut dengan “Rahasia Bank”.[15]

Istilah rahasia bank mengacu kepada rahasia dalam hubungan antara bank dengan nasabahnya. Akan tetapi, rahasia-rahasia lain yang bukan merupakan rahasia antara bank dengan nasabah, namun juga bersifat “rahasia”, tidak tergolong ke dalam istilah “rahasia bank” menurut Undang-Undang Perbankan. Rahasia-rahasia lain yang bukan rahasia bank tersebut, misalnya rahasia mengenai data dalam hubungan dengan pegawasan bank oleh Bank Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Ayat (3) dan Pasal 33 Undang-Undang Perbankan.[16]

Ada 5 (lima) alasan yang mendasari kewajiban bank untuk merahasiakan segala sesuatu tentang nasabah dan simpanannya, antara lain:

1)        Personal privacy;

2)        Hak yang timbul dari hubungan perikatan antara bank dan nasabah;

3)        Peraturan perundang-undangan yang berlaku;

4)        Kebiasaan atau kelaziman dalam dunia perbankan;

5)        Karakteristik kegiatan usaha bank sebagai suatu “lembaga kepercayaan” yang harus memegang teguh kepercayaan nasabah yang menyimpan uangnya di bank.[17]

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan memberikan pengecualian kepada pihak-pihak serta untuk kepentingan tertentu mendapatkan keterangan yang wajib dirahasiakan mengenai nasabah bank, pihak dan kepentingan itu adalah:

1)        Perpajakan

2)        Kepentingan penyelesaian piutang Bank

3)        Kepentingan peradilan pidana

4)        Kepentingan peradilan perdata

5)        Keperluan tukar menukar informasi antar bank

6)        Penyelesaian kewarisan yang ditunjuk nasabah

 

B.       METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif berupa penelitian hukum tentang asas-asas hukum yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan konsep-konsep yang berhubungan dengan penulisan penelitian ini. Dalam penulisannya, penulis menggunakan bahan kepustakaan atau data sekunder dan studi dokumen sebagai acuan penulisan. Pengolahan data dilakukan dengan cara seleksi data, pemeriksaan data, klasifikasi data dan penyusunan data. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif.

 

C.      PEMBAHASAN

1.        Perlindungan Nasabah Melalui Prinsip Kerahasiaan Bank

a.         Prinsip Kerahasiaan Bank Menurut Undang-Undang Perbankan

Pengertian dari rahasia bank dapat ditemukan dalam ketentuan Undang-Undang Perbankan, yaitu sebagai berikut: “Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.” Bank mempunyai kewajiban merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, terkecuali dalam hal-hal tertentu.

Dari pengertian yang diberikan tersebut tentang ketentuan rahasia bank, dapat ditarik unsur-unsur dari rahasia bank yaitu sebagai berikut:

1)        Rahasia bank tersebut berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

2)        Hal tersebut “wajib” dirahasiakan oleh bank, kecuali termasuk ke dalam kategori pengecualian berdasarkan prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3)        Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah pihak bank sendiri dan/atau pihak terafiliasi.

Hukum perbankan menyelaraskan kepercayaan nasabah tersebut dengan prinsip kerahasiaan yang diterapkan dalam sistem perbankan di Indonesia. Hubungan bank dan nasabah bersifat rahasia, yang berhubungan dengan interaksi antara bank dan nasabahnya.[18] Rahasia bank dituangkan ke dalam peraturan selain menjelaskan sifat hubungan antara nasabah dengan bank, juga merupakan bentuk perlindungan hak dari nasabah bank yang dijamin oleh Undang-Undang Perbankan.

Kewajiban bank untuk merahasiakan data mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya menunjukkan bahwa Undang-Undang Perbankan memberikan perlindungan kepada nasabah berdasarkan prinsip kerahasiaan, karena itulah perlindungan yang diberikan kepada nasabah penyimpan memiliki sifat kerahasiaan.[19]

Kewajiban untuk merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dengan simpanannya yang tergolong sebagai rahasia bank berlaku juga bagi pihak terafiliasi, yakni pihak yang mempunyai hubungan dengan kegiatan serta pengelolaan usaha jasa pelayanan yang diberikan oleh bank. Hubungan tersebut melalui cara menggabungkan dirinya pada bank. Penggabungan diri tersebut dilakukan dapat terjadi salah satunya karena pengurusan maupun karena hubungan kerja biasa seperti karyawan atau hubungan kerja dalam rangka memberikan pelayanan jasanya kepada bank.[20]

Bank sebagai salah satu lembaga jasa keuangan dan penyelenggara jasa sistem pembayaran, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 16/1/PBI/2014 menegaskan bahwa bank harus menerapkan perlindungan konsumen dengan prinsip kerahasiaan dan keamanan data pribadi. Beberapa kasus pelanggaran kerahasiaan data nasabah oleh nasabah memperlihatkan bahwa kegiatan operasional perbankan yang dijalankan oleh karyawan bank kurang menerapkan prinsip perlindungan konsumen yang diwajibkan oleh kedua peraturan tersebut. Kewajiban rahasia bank yang harus dipegang teguh oleh bank adalah semata-mata bagi kepentingan nasabah sendiri, tetapi juga bagi bank yang bersangkutan dan bagi kepentingan masyarakat umum sendiri.[21]

Secara eksplisit ada dua jenis tindak pidana yang ditentukan oleh Pasal 47 Undang-Undang Perbankan yang berkaitan dengan rahasia bank. Pertama, tindak pidana yang dilakukan oleh mereka yang tanpa membawa perintah atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia dengan sengaja memakasa bank atau pihak yang terafiliasi untuk memberikan keterangan yang harus dirahasiakan oleh bank. Kedua, ialah tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank.

Perbankan merupakan salah satu sarana yang sering digunakan oleh para pelaku kejahatan untuk membersihkan hasil kejahatannya dengan cara pencucian uang, dan untuk mengurangi risiko tersebut maka bank diwajibkan untuk mengenal dan mengetahui identitas nasabahnya dengan memantau setiap transaksi nasabahnya serta melaporkan apabila terjadi transaksi keuangan yang mencurigakan yang dilakukan oleh nasabahnya tersebut, kegiatan yang dilakukan oleh bank tersebut dikenal dengan sebutan prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle).[22]

Hal lain yang perlu diperhatikan menyangkut dasar hukum rahasia bank dalah pertanyaan mengenai apakah persetujuan nasabah dapat membebaskan bank dari kewajiban menyimpan rahasia bank. Pasal 44A Undang-Undang Perbankan memberikan kepastian tersebut yang menentukan sebagai berikut:

(1)     Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut.

(2)     Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.

Dengan berlakunya ketentuan tersebut, maka adanya persetujuan nasabah membebaskan bank dari kewajiban untuk merahasiakan. Bahkan tidak saja persetujuan nasabah, tetapi juga permintaan nasabah atau pemberian kuasa dari nasabah membebaskan bank dari kewajiban untuk merahasiakan.[23]

 

b.        Prinsip Kerahasiaan Bank Sebagai Perlindungan Nasabah Melalui Otoritas Jasa Keuangan

Adanya ketentuan mengenai rahasia bank kemudian menimbulkan kesan bagi masyarakat, bahwa bank sengaja untuk menyembunyikan keadaan keuangan yang tidak sehat dari nasabah debitur, baik orang perseorangan, ataupun perusahaan yang sedang menjadi sorotan masyarakat. Dengan perkataan lain, selama ini timbul kesan bahwa dunia perbankan bersembunyi di balik ketentuan rahasia bank untuk melindungi kepentingan nasabahnya yang belum tentu benar. Tetapi, apabila bank sungguh-sungguh melindungi kepentingan nasabahnya yang jujur dan bersih, maka hal itu merupakan suatu keharusan dan kepatutan.[24] Dalam dunia perbankan, pihak nasabah merupakan unsur yang sangat berperan sekali, mati hidupnya dunia perbankan bersandar kepada kepercayaan dari pihak masyarakat atau nasabah.[25] Karena itu pemerintah harus melindungi masyarakat dari tindakan lembaga atau oknum pegawai bank atau pihak ketiga diluar bank yang tidak bertanggung jawab.

Ada keterkaitan antara kepentingan nasabah penyimpan dana dan bank, para penyimpan dana perlu mengetahui jumlah simpanannya di bank dari waktu ke waktu. Hal tersebut antara lain dapat diketahui melalui neraca dan perhitungan laba/rugi dari bank tersebut. Pada hakekatnya, prinsip keterbukaan dalam kegiatan usaha perbankan merupakan salah satu cara untuk memberikan perlindungan kepada nasabah penyimpan dana.[26]

Pengaturan kerahasiaan data nasabah memang tidak diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Perbankan. Undang-Undang Perbankan mengatur mengenai prinsip kerahasiaan bank secara umum saja, yakni dalam bentuk istilah ‘rahasia bank’, yang diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Berdasarkan pasal tersebut, hal ini berarti keterangan mengenai nasabah bank tidak hanya mengenai keterangan keadaan keuangan melainkan segala bentuk keterangan mengenai nasabah penyimpan, dan nomor telepon (seluler) menjadi sesuatu yang harus dirahasiakan oleh bank penyimpan dana nasabah.[27]

Jika bank mampu menjaga kerahasiaan mengenai nasabah penyimpan, hal itu akan membuat nasabah merasa nyaman dan aman untuk menyimpan dana di bank, maka hal itu juga akan berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap bank. Karena pada dasarnya prinsip kerahasiaan yang diterapkan dalam kegiatan usaha perbankan ditujukan bagi kepentingan bank itu sendiri. Untuk mengatasi permasalahan itu diperlukan campur tangan dari pihak yang berwenang dalam sektor perlindungan konsumen di bidang jasa keuangan. Perlindungan konsumen di bidang jasa keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan ada pada lembaga Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan regulasi dan pengawasan di sektor jasa keuangan, diharapkan mampu melindungi konsumen dari Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang dinilai dapat merugikan kepentingan konsumen, yang dalam hal ini adalah nasabah bank.[28]

Perlindungan terhadap nasabah bank sebelumnya menjadi kewenangan Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang memiliki fungsi pengawasan dalam kegiatan usaha perbankan. Secara teoritis, terdapat dua aliran dalam hal pengawasan lembaga keuangan. Di satu pihak terdapat aliran yang mengatakan bahwa pengawasan industri keuangan sebaiknya dilakukan oleh beberapa institusi. Di pihak lain ada aliran yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih tepat apabila dilakukan oleh beberapa lembaga. Di Inggris misalnya industri keuangannya diawasi oleh Financial Supervisory Authority (FSA), sedangkan di Amerika Serikat industri keuangan diawasi oleh beberapa institusi. SEC misalnya mengawasi perusahaan sekuritas sedangkan industri perbankan diawasi oleh bank sentral (the Fed), FDIC dan OCC.[29]

Pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Undang-Undang OJK), kewenangan pengawasan perbankan yang ada pada Bank Indonesia, beralih fungsi kepada Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan ini adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.[30]

Prinsip kerahasiaan bank diperlukan untuk kepentingan bank maupun nasabah. Dengan adanya jaminan kerahasiaan atas semua investasi keadaan keuangan nasabah, maka akan semakin menumbuhkan kepercayaan nasabah kepada bank sebagai tempat yang aman untuk menyimpan dana. Hubungan antara bank dengan nasabah yang dilandaskan dengan suatu perjanjian atau kontrak, dan kemudian melahirkan adanya hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah, didasarkan pada prinsip-prinsip yang berlaku dalam hukum perjanjian, salah satunya adalah “perjanjian dilaksanakan dengan iktikad baik”. Berdasarkan prinsip tersebutlah, bank memiliki kewajiban untuk merahasiakan keterangan mengenai nasabah bank dan simpanannya.[31]

Menurut Bambang Setioprodjo, secara filosofi, kewaijban bank memegang rahasia keuangan nasabah atau perlindungan atas kerahasiaan keuangan nasabah didasarkan pada:[32]

1)        Hak setiap orang atau badan untuk tidak dicampuri atas masalah yang bersifat oribadi (personal privacy);

2)        Hak yang timbul dari perikatan antara bank dan nasabahnya, dalam kaitan ini bank berfungsi sebagai kuasa dari nasabahnya dan dengan iktikad baik wajib melindungi kepentingan nasabah;

3)        Atas dasar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang menegaskan bahwa berdasarkan fungsi utama bank dalam menghimpun dana dari masyarakat, bekerja berdasarkan kepercayaan masyarakat, maka pengetahuan bank tentang keadaan keuangan nasabah tidak disalahgunakan dan wajib dijaga kerahasiaannya oleh setiap bank;

4)        Kebiasaan dan kelaziman dalam dunia perbankan;

5)        Karakteristik kegiatan usaha bank.

Sebagai ketentuan pelaksanaan dari ketentuan rahasia bank yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan, untuk melindungi nasabah dari banyaknya penyalahgunaan data pribadi, lembaga Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1/POJK.07/2013 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Dalam Pasal 31 Ayat (1) POJK ini ditentukan bahwa PUJK dilarang dengan cara apapun, memberikan data dan/atau informasi megenai konsumennya kepada pihak ketiga. Larangan tersebut dikecualikan dalam hal:

a)         Konsumen memberikan persetujuan tertulis; dan/atau

b)        Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.

Penggunaan data nasabah yang disalahgunakan dapat dikenai sanksi dalam POJK Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan. Sanksi yang dapat diberikan terhadap para pelaku jasa keuangan yang melanggar ketentuan dalam Peraturan tersebut dikenakan sanksi administratif, antara lain berupa:[33]

a)         Peringatan tertulis;

b)        Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;

c)         Pembatasan kegiatan usaha;

d)        Pembekuan kegiatan usaha;

e)         Pencabutan izin kegiatan usaha.

Pelaksanaan terhadap POJK Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan tersebut, Otoritas Jasa Keuangan telah mengeluarkan surat edaran kepada para pelaku usaha di sektor jasa keuangan sebagai ketentuan petunjuk pelaksanaan penerapan prinsip kerahasiaan dan keamanan data dan/atau informasi nasabah. Hal-hal yang mencakup harus data yang harus dirahasiakan menurut Surat Edaran Nomor 14/SEOJK.07/2014 tentang Kerahasiaan dan Keamanan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen, sebagai berikut:

a)         Perseorangan, terdiri dari:

1)        Nama;

2)        Alamat;

3)        Tanggal lahir dan/atau umur;

4)        Nomor telepon; dan/atau

5)        Nama ibu kandung.

b)        Korporasi, terdiri dari:

1)        Nama;

2)        Alamat;

3)        Nomor telepon;

4)        Susunan direksi dan komisaris termasuk dokumen identitas berupa Kartu Tanda Penduduk/paspor/ijin tinggal; dan/atau

5)        Susunan pemegang saham.

Berdasarkan ketentuan diatas, berarti bahwa setiap pelaku usaha jasa keuangan dalam hal ini bank dilarang dengan cara apapun, memberikan data dan/atau informasi pribadi mengenai nasabahnya kepada pihak ketiga, kecuali yang telah dikecualikan oleh POJK. Pengaturan kerahasiaan bank dalam Undang-Undang Perbankan memang belum mengatur secara khusus mengenai perlindungan terhadap kerahasiaan data pribadi nasabah, namun hal itu dapat disikapi oleh lembaga Otoritas Jasa Keuangan dengan mengeluarkan peraturan yang dapat melindungi nasabah bank dari penyalahgunaan pihak ketiga dan/atau pihak lain.

 

2.        Bentuk Perbuatan Melawan Hukum Sebagai Pelanggaran Terhadap Prinsip Kerahasiaan Bank

a.         Pelanggaran Rahasia Bank Sebagai Perbuatan Melawan Hukum

Pelanggaran rahasia bank yang diatur oleh masing-masing negara dapat dikelompokkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama menentukan pelanggaran rahasia bank sebagai pelanggaran perdata (civil violation). Negara-negara tersebut membiarkan kewajiban bank hanya sebagai kewajiban yang timbul dari hubungan kontraktual belaka di antara bank dan nasabah, namun kewajiban kontraktual tersebut dapat disampingi apabila kepentingan umum menghendaki dan apabila secara tegas dikecualikan oleh ketentuan undang-undang tertentu. Hal yang demikian misalnya dapat dilihat pada ketentuan rahasia bank menurut hukum Inggris, Amerika Serikat, Kanaa, Australia, Belanda Belgia, The Bahamas, The Cayman Islands, dan beberapa negara lainnya. Sedangkan kelompok yang kedua menentukan pelanggaran rahasia bank sebagai pelanggaran pidana (criminal violation), misalnya Swiss, Austria, Korea Selatan, Perancis, Luxembourg, dan Indonesia Sendiri, dan beberapa negara lainnya.[34]

Berkenaan dengan berlakunya ketentuan rahasia bank di beberapa negara, ada beberapa masalah yang timbul dan memberikan perbedaan antara ketentuan rahasia bank dari satu negara dengan negara lainnya. Masalah-masalah tersebut antara lain:

1)        Masalah yang menyangkut ruang lingkup kerahasiaannya, seperti apakah yang wajib dirahasiakan itu hanya terbatas pada sisi asset dari bank tersebut.

2)        Masalah yang menyangkut jangka waktu bagi bank merahasiakan dalam hal nasabah tersebut tidak lagi menjadi nasabah.

3)        Masalah mengenai siapa-siapa saja yang dibebani dengan kewajiban untuk merahasiakan itu, seperti apakah yang terikat oleh kewajiban rahasia bank hanya pengurus dan pegawai saja atau apakah ada kewajiban pula bagi pihak terafiliasi.

4)        Masalah yang menyangkut jangka waktu kewajiban merahasiakan itu bagi pengurus dan pegawai bank. Apakah rahasia bank masih tetap berlaku apabila seorang pengurus atau pegawai bank tidak lagi bekerja pada bank yang bersangkutan.

5)        Masalah mengenai sikap apa yang seharusnya diambil bila terdapat benturan antara kepentingan nasabah secara individual dan kepentingan masyarakat luas berkaitan dengan berlakunya rahasia bank tersebut.

6)        Masalah dalam hal terjadi keadaan dimana demi melindungi kepentingan bank, justru kepentingan bank itu hanya mungkin terlindungi apabila bank mengungkapkan keterangan mengenai keadaan keuangan nasabah pada bank yang bersangkutan dan identitas nasabahnya.

7)        Masalah yang apabila dalam hal-hal tertentu rahasia bank boleh diungkapkan sebagai pengecualian.

8)        Masalah yang menyangkut otoritas yang berwenang memberikan izin pengecualian tersebut.

9)        Masalah yang menyangkut persetujuan nasabah.

Ketentuan rahasia bank diperlukan karena perbankan harus melindungi nasabahnya. Bank yang membocorkan informasi yang dikategorikan rahasia bank layak dikenakan sanksi berat.[35] Meskipun begitu, ketentuan itu tidaklah bisa kaku serta ketat tanpa pengecualian. Ketentuan itu dapat dikesampingkan saat kepentingan umum (masyarakat) tampak bakal dirugikan oleh oknum tertentu. Disinilah terlihat bahwa kepentingan masyarakat menjadi prioritas utama karena kepentingan masyarakat harus dilindungi, yaitu perbankan bukanlah lembaga yang bisa dijadikan tempat untuk penyalahgunaan kewenangan atau tempat kerjasama mereka yang melanggar hukum.

Apabila ada perjanjian antara bank dengan nasabah, maka rahasia bank bersifat kontraktual. Sehingga apabila bank memberikan keterangan tentang keadaan uang nasabahnya, bank dapat digugat oleh nasabahnya berdasarkan alasan wanprestasi (cidera janji). Sebaliknya, meskipun tidak ada perjanjian antara bank dan nasabah, namun bank tetap berkewajiban untuk mempertahankan rahasia bank berdasarkan peraturan perundang-undangan atau konsep hukum lainnya, seperti konsep perbuatan melawan hukum. Artinya dalam hal bank memberikan keterangan tentang nasabahnya yang merugikan nasabah, bank dapat dituntut oleh nasabahnya dengan alasan perbuatan melawan hukum.[36]

Dari segi perdata, pelaku pelanggaran dituntut ganti rugi atas alasan perbuatan melawan hukum karena telah melanggar ketentuan Pasal 40. Atas pelanggarannya, pelaku pelanggaran diancam dengan ganti rugi sesuai dengan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Meskipun atas pelanggaran Pasal 40 pelaku telah dijatuhi hukuman pidana, namun hal tersebut tidak mengurangi hak bagi pihak korban untuk menuntut ganti rugi perdata. Pembukaan rahasia bank seseorang selama melanggar undang-undang (violation a statitory) juga melanggar hak nasabah (violation of a right) yang dapat mendatangkan kerugian kepada nasabah.[37]

 

b.        Studi Kasus Bank BCA

Salah satu contoh kasus pelanggaran terhadap prinsip kerahasiaan bank yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum adalah kasus Bank BCA yang digugat oleh nasabahnya pada PT Bank BCA Cabang Borobudur Malang (Putusan Pengadilan Nomor 57/PDT/2012/PT.Sby). Dalam kasus ini nasabah menggugat bank atas pelanggaran prinsip kerahasiaan dengan dasar perbuatan melawan hukum.

Berikut akan dijabarkan kasus posisi dari gugatan tersebut:

1)        Henry Sugiarto Trisno adalah seorang nasabah penyimpan sekaligus nasabah debitur pada Bank BCA Cabang Borobudur Malang dalam bentuk 2 (dua) Tabungan Hari Depan (Tahapan) BCA dengan nomor rekening berbeda dan 3 (tiga) rekening koran dengan nomor berbeda yang salah satunya atas nama CV Mahkota Teratai Indah Jaya. Pada tanggal 30 September 2010 ia mengajukan gugatan kepada Bank BCA Cabang Borobudur Malang.

2)        Pada tanggal 1 April 2008, ia memperoleh fasilitas kredit dari Bank BCA tersebut berdasarkan Perubahan Perjanjian Kredit atas nama dirinya dan CV Mahkota Teratai Indah Jaya. Namun, pada tanggal 19 Juni 2008, rekening-rekening atas namanya dan CV Mahkota Teratai Indah jaya tersebut diletakkan sita marital oleh Pengadilan Negeri Kepanjen.

3)        Peletakan sita marital tersebut tanpa menggunakan metode delegasi dari Pengadilan Negeri Kepanjen ke Pengadilan Negeri Malang, padahal kantor BCA Cabang Borobudur Malang terletak di wilayah hukum Pengadilan Malang. Ternyata juru sita dari Pengadilan Negeri Kepanjen telah datang ke kantor BCA Cabang Borobudur Malang dan melakukan sita marital terhadap rekening milik Henry Sugiarto yang ada di BCA Cabang Borobudur Malang tersebut.

4)        Pihak juru sita Pengadilan Negeri Kepanjen ternyata telah mengetahui nomor rekening Henry Sugiarto berkat informasi yang diberikan oleh Harjito Sigit selaku Wakil Kepala Cabang Bank BCA Cabang Borobudur Malang. Disinilah letak pelanggaran prinsip kerahasiaan bank dengan dasar perbuatan melawan hukum.

Pemberian informasi yang diberikan oleh pihak Bank BCA Cabang Borobudur Malang kepada pihak ketiga yang dalam hal ini adalah juru sita Pengadilan Negeri Kepanjen, telah bertentangan dengan kewajiban hukum bank dan perintah undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Perbankan yang berbunyi: “Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.

Undang-Undang Perbankan secara limitatif mengatur pemberian informasi nasabah hanya dalam hal-hal sebagai berikut:

1)        Untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada pejabat pajak (Pasal 41);

2)        Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara dapat diberikan pengecualian kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia urusan Piutang Negara (Pasal 41A);

3)        Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana dapat diberikan pengecualian kepada polisi, jaksa atau hakim (Pasal 42);

4)        Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat diberikan pengecualian (Pasal 43);

5)        Dalam rangka tukar-menukar informasi di antara bank kepada bank lain dapat diberikan pengecualian (Pasal 44);

6)        Atas persetujuan, permintaan kuasa dari Nasabah Penyimpan secara tertulis dapat diberikan pengecualian (Pasal 44 A Ayat (1)); dan

7)        Ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia (Pasal 44A Ayat (2).

Dilihat dari pengecualian-pengecualian tersebut di atas, kepentingan juru sita Pengadilan Negeri Kepanjen tidak berkaitan dengan perintah dalam Undang-Undang Perbankan, sebab sengketa yang terjadi antara Henry Sugiarto dengan pihak ketiga tidak termasuk ke dalam kategori yang telah disebutkan di atas. Seharusnya pihak bank merahasiakan identitas dari nasabahnya karena tidak ada kewajiban untuk membuka rahasia dari nasabah kepada pihak ketiga.

Dari rumusan Pasal 40 Undang-Undang Perbankan, secara ekspilisit disebutkan bahwa lingkup rahasia bank adalah menyangkut bukan saja simpanan nasabah tetapi juga identitas nasabah penyimpan yang memiliki simpanan. Demikian sama halnya dalam kasus ini apabila pihak bank hanya membuka simpanannya saja tanpa menyebutkan identitas Henry Sugiarto sebagai pemilik rekening, maka juru sita dari Pengadilan Negeri Kepanjen tidak akan dapat meletakkan sita pada rekening-rekening yang dimiliki oleh Henry Sugiarto tersebut. Akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Bank BCA Cabang Borobudur Malang tersebut maka Henry Sugiarto mengalami kerugian sehingga berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, pihak bank harus membayar ganti rugi.

Undang-Undang menentukan bahwa bank dapat mengungkapkan simpanan nasabah jika dalam hal bersengketa dalam perkara perdata dengan nasabah. Tetapi dalam kasusnya, bank bukan menghadapi nasabah sebagai lawan, tetapi menghadapi pihak ketiga yang bukan nasabah. Apabila bank didatangi oleh juru sita dalam rangka pelaksanaan peletakan sita marital sebagaimana pada kasus di atas, bank juga tidak dimungkinkan oleh Undang-Undang untuk mengungkapkan identitas nasabah yang ada di bank tersebut. Dalam hal pengungkapan rahasia, jalan satu-satunya yang dapat ditempuh oleh bank adalah meminta persetujuan dari nasabah terlebih dahulu. Tetapi memang, belum tentu nasabah bersedia memberikan persetujuannya.

 

D.      P E N U T U P

Kewajiban bank untuk merahasiakan data mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya menunjukkan bahwa Undang-Undang Perbankan memberikan perlindungan kepada nasabah berdasarkan prinsip kerahasiaan, karena itulah perlindungan yang diberikan kepada nasabah penyimpan memiliki sifat kerahasiaan. Dalam dunia perbankan, pihak nasabah merupakan unsur yang sangat berperan sekali, mati hidupnya dunia perbankan bersandar kepada kepercayaan dari pihak masyarakat atau nasabah, karena itu pemerintah harus melindungi masyarakat dari tindakan lembaga atau oknum pegawai bank atau pihak ketiga diluar bank yang tidak bertanggung jawab.

Ketentuan rahasia bank diperlukan karena perbankan harus melindungi nasabahnya. Bank yang membocorkan informasi yang dikategorikan rahasia bank layak dikenakan sanksi berat. meskipun tidak ada perjanjian antara bank dan nasabah, namun bank tetap berkewajiban untuk mempertahankan rahasia bank berdasarkan peraturan perundang-undangan atau konsep hukum lainnya, seperti konsep perbuatan melawan hukum. Artinya dalam hal bank memberikan keterangan tentang nasabahnya yang merugikan nasabah, bank dapat dituntut oleh nasabahnya dengan alasan perbuatan melawan hukum. Salah satu contoh kasus pelanggaran terhadap prinsip kerahasiaan bank yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum adalah kasus Bank BCA yang digugat oleh nasabahnya pada PT Bank BCA Cabang Borobudur Malang (Putusan Pengadilan Nomor 57/PDT/2012/PT.Sby). Dalam kasus ini nasabah menggugat bank atas pelanggaran prinsip kerahasiaan dengan dasar perbuatan melawan hukum. Pemberian informasi yang diberikan oleh pihak Bank BCA Cabang Borobudur Malang kepada pihak ketiga yang dalam hal ini adalah juru sita Pengadilan Negeri Kepanjen, telah bertentangan dengan kewajiban hukum bank dan perintah undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Perbankan.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Jurnal

[1]     Catur PS, Bambang. (2014), “Pengamanan Pemberian Kredit Bank dengan Jaminan Hak guna Bangunan”, Jurnal Cita Hukum, 2 (2): 273-288.

[2]     Faisal, Fitriah. (2018), “Pengaruh Prinsip Kerahasiaan Bank Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang”, Al-Amwal: Journal of Islamic Economic Law, 3 (1): 35-60.

[3]     Hanifah, Mardalena. (2010), “Tindakan Hukum Secara Perdata Terhadap Pelanggaran Rahasia Bank”. Normative, 1 (12).

[4]     Hasima, Rahman. (2020), “Implikasi Hukum Terhadap Akad yang Memuat Klausula Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Pengadilan Negeri Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012” SASI, 26 (3): 286-296, DOI: https://doi.org/10.47268/sasi.v26i3.247.

[5]     Labetubun, Muchtar A H. (2012). “Kompetensi Pengadilan Agama Terhadap Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Berdasarkan Hukum Islam”, SASI, 18 (1): 56-62, DOI: https://doi.org/10.47268/sasi.v18i1.337.

[6]     Rani, Marnia. (2014), “Perlindungan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kerahasiaan dan Keamanan Data Pribadi Nasabah Bank”, Jurnal Selat, 2 (1): 168-181.

[7]     Sarapi, Nancy. (2013), “Usaha Bank Menjaga Rahasia Bank Dalam Rangka Perlindungan Terhadap Nasabah”. LEX ET SOCIETATIS, 1 (4): 57-65.

[8]     Sitompul, Zulkarnain. (2004), “Menyambut Kehadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK)”, Pilars, 7 (2).

[9]     Towoliu, Wolly P. (2013), “Fungsi Lembaga Perbankan Dalam Melindungi Nasabah Melalui Aspek Kerahasiaan Bank”, Jurnal Hukum Unsrat, 1 (2): 11-24.

 

Buku

[10] Asikin, Zainal. 2015. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

[11] Djumhana, Muhammad. 2006. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.

[12] Gazali, Djoni S. dan Rachmadi Usman. 2010. Hukum Perbankan. Jakarta: Sinar Grafika.

[13] Husein, Yunus. 2010. Rahasia Bank dan Penegakan Hukum. Jakarta: Pustaka Juanda Tigalima.

[14] Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2006. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tujuan Singkat). Jakarta: Rajawali Pers.

[15] Syamsiar, Ratna. 2014. Hukum Perbankan. Bandar Lampung: Justice Publisher.

 

Tesis dan Lain-Lain

[16] Arie, Siti Sundari. (2011). “Hukum Bidang Perbankan”. Badan Pembinaan Hukum Nasional.

[17] Sjahdeni, Sutan Remy. (1993). Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta: Bankir Indonesia.

[18] Sitompul, Zulkarnain. (2006). “Dasar Filosofi Keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan”. Seminar Nasional Fakultas Hukum Universitas Airlangga Lembaga Penjamin Simpanan Sebagai Wahana Perlindungan Dana Simpanan Nasabah, 1 Juli 2006.

[19] Sjahdeni, Sutan Remy. (2005). “Rahasia Bank: Berbagai Masalah Di Sekitarnya”. Bahan Diskusi Mengenai Legal Issues Seputar Pengaturan Rahasia Bank Indonesia.

[20] Sidabutar, Rachel Indrasary. (2006). Ketentuan Hukum Rahasia Bank Sebagai Suatu Bentuk Perikatan Bidang Perbankan. Tesis, Hukum Universitas Airlangga.



[1] Hasima, Rahman. (2020), “Implikasi Hukum Terhadap Akad yang Memuat Klausula Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Pengadilan Negeri Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012” SASI, 26 (3): 286-296, DOI: https://doi.org/10.47268/sasi.v26i3.247. h, 287

[2] Sutedi, Adrian. (2007). Hukum Perbankan, Jakarta: Sinar Grafika, h. 1.

[3] Fuady, Munir et al. (2003). Pengantar Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, h. 72.

[4] Labetubun, Muchtar A H. (2012). “Kompetensi Pengadilan Agama Terhadap Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Berdasarkan Hukum Islam”, SASI, 18 (1): 56-62, DOI: https://doi.org/10.47268/sasi.v18i1.337. h, 56

[5] Hasibuan, Malayu S.P. (2001). Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara, h. 4.

[6] Arie, Siti Sundari. (2011). “Hukum Bidang Perbankan”. Badan Pembinaan Hukum Nasional, h. 2.

[7] Fuady, Munir. (1999). Hukum Perbankan Modern. Bandung: Citra Aditya Bakti, h. 102.

[8] Catur PS, Bambang. (2014), “Pengamanan Pemberian Kredit Bank dengan Jaminan Hak guna Bangunan”, Jurnal Cita Hukum, 2 (2): 273-288, h. 276.

[9] Adolf, Huala. (2004). Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada, h. 35.

[10] Faisal, Fitriah. (2018), “Pengaruh Prinsip Kerahasiaan Bank Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang”, Al-Amwal: Journal of Islamic Economic Law, 3 (1): 35-60, h. 36.

[11] Arrasjid, Chainur. (2000). Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, h. 37.

[12] Djumhana, Muhammad. (2008). Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, h. 27.

[13] Djumhana, Muhammad. (2006). Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, h. 110.

[14] Hanifah, Mardalena. (2010), “Tindakan Hukum Secara Perdata Terhadap Pelanggaran Rahasia Bank”. Normative, 1 (12) h. 14.

[15] Sarapi, Nancy. (2013), “Usaha Bank Menjaga Rahasia Bank Dalam Rangka Perlindungan Terhadap Nasabah”. LEX ET SOCIETATIS, 1 (4): 57-65, h. 57.

[16] Fuady, Munir. Op. Cit., h. 87.

[17] Husein, Yunus. (2003). Rahasia Bank: Privasi Versus Kepentingan Umum. Jakarta: Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, h. 139.

[18] Asikin, Zainal. (2015). Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, h. 169.

[19] Sjahdeni, Sutan Remy. (1993). Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta: Bankir Indonesia, h. 173.

[20] Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan di Indonesia, Op. Cit., h. 278.

[21] Sjahdeni, Sutan Remy. (2005), “Rahasia Bank: Berbagai Masalah Di Sekitarnya”, Bahan Diskusi Mengenai Legal Issues Seputar Pengaturan Rahasia Bank Indonesia, h. 4.

[22] Sutedi, Adrian. Op. Cit., h. 73.

[23] Sidabutar, Rachel Indrasary. (2006), Ketentuan Hukum Rahasia Bank Sebagai Suatu Bentuk Perikatan Bidang Perbankan, Tesis, Universitas Airlangga, 2006, h. 35.

[24] Towoliu, Wolly P. (2013), “Fungsi Lembaga Perbankan Dalam Melindungi Nasabah Melalui Aspek Kerahasiaan Bank”, Jurnal Hukum Unsrat, 1 (2): 11-24, h. 14.

[25] Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan di Indonesia, Op. Cit., h. 282.

[26] Syamsiar, Ratna. (2014). Hukum Perbankan, Bandar Lampung: Justice Publisher, h. 75.

[27] Rani, Marnia. (2014), “Perlindungan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kerahasiaan dan Keamanan Data Pribadi Nasabah Bank”, Jurnal Selat, 2 (1): 168-181, h. 169.

[28] Ibid

[29] Sitompul, Zulkarnain. (2004), “Menyambut Kehadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK)”, Pilars, 7 (2), h. 2.

[30] Pasal 1 Angka 1. Republik Indonesia. Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, LN Tahun 2011 Nomor 111, TLN Nomor 5253.

[31] Husein, Yunus. (2010). Rahasia Bank dan Penegakan Hukum, Jakarta: Pustaka Juanda Tigalima, h. 27.

[32] Gazali, Djoni S. dan Rachmadi Usman. (2010). Hukum Perbankan, Jakarta: Sinar Grafika, h. 488.

[33] Pasal 53. Republik Indonesia. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013, LN Tahun 2013 Nomor 118, TLN Nomor 5431.

[34] Neate, Francis & Roger McCormick. “Bank Confidentiality”, dalam Sutan Remy Sjahdeini, “Rahasia Bank: Berbagai Masalah Di Sekitarnya”, Op. Cit., h. 5.

[35] Djumhana, Muhammad. Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, Op. Cit., h. 273.

[36] Husein, Yunus. Rahasia Bank dan Penegakan Hukum, Op. Cit., h. 61.

[37] Sarapi, Nancy. Op. Cit., h. 64.



Copyright (c) 2020 Dinda Anna Zatika

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.